Khat Diwani
Alur goresan khat diwani sangat berbeda dengan naskhi dan tsulust. Khat diwani berkarakter bulat-bulat, miring bersusun-susun, lentur dan bebas. Seringkali, ukuran dan bentuk huruf-huruf dalam satu kalimat tidak seragam dan penulisannya sangat tergantung pad kepantasan lay out, kreativitas atau selera penulisnya.
Khat ini berkembang pada penghujung abad ke-15 M, di motori Ibrahim Munif, seorang kaligrafer Turki. Jenis tulisan ini pada mulanya, banyak dipakai sebagai tulisan resmi di kantor-kantor kerajaan Utsmani.20
Menurut Abdul Karim Husain, “Diwani dalam bahasa Arab berarti Antology atau kumpulan Tulisan/karangan, khususnya puisi.21 Dari bentuknya, lanjut Abdul Karim, yang melingkar-lingkar dan halus diprediksi bahwa tulisan ini khusus untuk penulisan hal-hal yang sangat berharga.
Diwani adalah salah satu gaya khat yang diciptakan oleh masyarakat Turki Utsmani. Peletak dasar-dasar kaidah dan huruf-hurufnya adalah Ibrahim Munif. Tulisan ini mulai popular setelah penaklukan kota konstantinopel oleh Sultan Utsmani Muhammad Al-Fath tahun 875 H.
Penamaannya dengan diwani adalah nisbah kepada kantor-kantor (diwan) pemerintahan dimana tulisan tersebut digunakan dan dari dewan-dewan pemerintahan inilah khat ini menyebar keseluruh kalangan masyarakat.
Semula, diwani diciptakan untuk menyalin pelbagai ketetapan, dokumen, dan buku-buku resmi Negara. Di jaman modern, gaya kaligrafi ini digunakan untuk menulis sertifikat lalu berfungsi sebagai alat dekorasi.
Karakter diwani dikenal dengan putarannya. Sehingga tidak satupun huruf yang tidak memiliki lengkungan. Goresannya yang lentur dan lembut memudahkan diwani beradaptasi dengan tulisan apapun. Hal ini pula yang memudahkan para kaligrafer menulis dengan diwani.